PIRAMIDA.ID- Masyarakat Adat Matio Raja Puntumpanan Siagian, Kec. Habinsaran, Kab. Toba menerima kunjungan Komnas HAM pada hari Selasa, 15 Maret 2022. Pertemuan antara masyarakat adat dengan Komnas HAM juga turut dihadiri oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak.
Kunjungan Komnas HAM diwakili Koordinator Subkomisi Penegakan HAM/ Komisiner Mediasi, Hairansyah.
Dalam pemaparan awal, Hairansyah menjelaskan, kehadiran Komnas HAM bertujuan untuk melakukan pemetaan konflik antara masyarat adat dengan PT Toba Pulp Lestari. Selain itu, Komnas HAM bermaksud bertemu secara langsung dengan Masyarakat Adat Matio sehingga mengetahui indikasi pelanggaran-pelanggaran HAM yang dialami selama memperjuangkan haknya.
Komisioner Komnas HAM, Hairansyah juga menjelaskan keberadaan Komnas HAM sebagai lembaga independen berkewajiban untuk membela dan melindungi masyarakat yang sedang memperjuangkan haknya.
Selain itu, Komnas HAM juga turut ambil bagian dalam penyelesaian konflik yang terjadi. Atas dasar itu, Komnas HAM terjun ke lapangan untuk melihat secara langsung indikasi pelanggaran-pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat adat.
“Komnas HAM adalah lembaga independen wajib membela masyarakat yang memperjuangkan haknya. Untuk itulah kami hadir di tengah-tengah masyarakat adat,” tuturnya.
Selain itu, Hairansyah juga menambahkan soal status masyarakat hukum adat sebagai pembela HAM. Dalam konteks hak asasi manusia, setiap orang yang memperjuangkan HAM adalah pembela HAM. Masyarakat hukum adat selain memperjuangkan hak mereka sendiri, juga memperjuangkan wilayah dan kawasan hutan yang penting untuk menyelamatkan lingkungan serta kehidupan mahluk hidup lainnya. Untuk itu, hak-hak mereka perlu dilindungi.
Hotman Siagian, salah satu tokoh Masyarakat Adat Matio menjelaskan pelanggaran-pelanggaran HAM yang mereka terima sejak kehadiran PT Inti Indorayon Utama (sekarang PT. Toba Pulp Lestari) tahun 1986 di Matio.
Menurutnya, orang tua mereka tidak pernah dilibatkan dalam penetapan batas wilayah konsesi di wilayah adat mereka. Akibatnya, makan leluhur merekanpun masuk wilayah konsesi. Bahkan, saat pembukaan jalan oleh perusahaan ditemukan tulang belulang leluhur mereka. Tidak hanya itu, hutan kemenyan juga habis dibabat, ladang-ladang penggembalaan sapi dan kerbau juga dikuasai oleh PT Indorayon.
“PT IIU merusak makam leluhur kami, membabat habis hutan kemenyan dan menanami ladang-ladang penggembalaan dengan eukaliptus,” paparnya.
Pasca Indorayon berganti nama menjadi PT TPL, konflik tetap berlanjut. Sangat tidak jarang kriminalisasi yang dialami oleh masyarakat adat. Pihak perusahaan selalu menggunakan pendakatan hukum, sehingga tak jarang mereka berurusan dengan pihak Kepolisian bahkan ada yang ditahan karena memperjuangkan hak ulayatnya.
Setelah sesi diskusi, masyarakat adat mendampingi Komnas HAM untuk melihat secara langsung perkampungan lama, makan leluhur, dan situs berupa batu persidangan.
Di akhir pertemuan, Op. Reinhard Siagian meminta kepada Komnas HAM supaya selalu mendampingi masyarakat adat dalam perjuangan haknya sehingga hak mereka diakui oleh negara.(*)