Gideon Sidharta Aritonang*
PIRAMIDA.ID- “Permisi!” ucap ku singkat bermaksud ingin pergi meninggalkanmu di sana.
“Eh eh, tunggu dulu dong! Kamu beneran enggak ingat sama aku, nih?” tanya mu lagi dan aku tak peduli.
“Itu loh, yang di coffee shop dekat kampus,” lanjutmu lagi dan aku masih tetap tidak peduli.
Lalu saat tiba-tiba teman-teman mu memanggilmu, tidak lupa kamu mengucapkan kata-kata yang membuatku semakin bingung.
“Kalau kita ketemu lagi untuk yang ketiga kali nya, berarti itu takdir. Artinya kamu harus kenalan sama aku! Oke?” ucap mu dan langsung pergi menuju ke arah teman-teman mu.
“Bodo!” padahal begitulah yang aku desiskan saat itu.
***
Benar saja. Tanpa ku sengaja sama sekali, aku bertemu lagi dengan mu di sebuah minimarket. Ya, entah kenapa hari itu, penyakit pelupa ku kambuh lagi. Padahal sebelum berangkat dari rumah, aku sudah mengecek semuanya dan merasa tidak ada yang kurang.
Tapi …
Di sinilah aku sekarang. Dompet ku ketinggalan dan tengah berdebat dengan kasir laki-laki di minimarket itu karena dirinya berkata kalau aku sengaja melakukannya.
Lalu, entah karena takdir yang kamu bicarakan kemarin atau karena tak di sengaja — kamu pun ada di sana.
“Saya yang bayar!” ucap mu pada kasir minimarket tersebut. “Hei, kita akhir nya ketemu lagi ya. Udah lama aku nungguin momen ini, lho!” Begitulah ucap mu waktu itu.
Lalu, tanpa aba-aba dari ku — padahal aku masih sangat ingin memaki si kasir minimarket tersebut — kamu malah menarikku menjauh dari sana.
“Woi, ngapain kamu tarik-tarik sih! Lepasin, ih!” teriak ku pada mu sambil berusaha melepaskan tarikan mu padaku.
“Kita kan sudah janji,” balas mu tanpa berhenti menarikku.
“Janji apaan sih!”
“Janji kenalan. Masa kamu lupa, sih!”
“Aduh, aku enggak pernah janji sama kamu. Itu kan kamu yang seenaknya ngomong. Lagian ini aku mau di tarik ke mana sih?”
“Nongkrong, yuk! Aku lagi pengen yang manis-manis.”
“Woi, aku banyak tugas. Aku udah beli camilan nih!” tunjukku ke arah kantongan plastik yang tadi aku beli di minimarket itu, ya walaupun kamu yang bayar.
“Aku harus pulang. Ngerti gak sih?”
“Oh iya, kamu juga harus ganti duit bayar camilan kamu itu!”
“Iya aku bayar. Makanya lepasin dong. Biar aku bisa ambil dompet untuk bayar camilannya!”
“Aku enggak mau di bayar pakai duit.”
“Lah, jadi?”
“Nongkrong sama ku sekarang!”
“Kamu gila, ya?!”
“Nggak dengar, nggak dengar!” balas mu sambil terus saja menarikku.
Sesampainya di sebuah cafe dekat situ, kamu langsung mengambil tempat duduk dekat kaca. Kamu membantuku duduk di salah satu kursi itu dan kamu duduk di depan ku.
Lalu seorang pelayan pria datang sambil tersenyum ke arah mu. Aku mengira pasti kamu sudah sering mendatangi cafe ini, sehingga membuat si pelayan merasa familiar terhadap mu, atau malah kalian sudah saling mengenal. Entahlah.
“Mas Dio? Pesen apa, mas?” tanya si pelayan dengan wajah sumringah.
“Biasa dong!” jawab mu padamya. Lalu aku berpikir, mungkin memang benar kalau kalian sudah saling mengenal. “Kamu pesan apa?” tanya mu pada ku.
“Apa aja!” balas ku agak ketus.
“Jangan gitu dong. Kamu mau yang aku pesen juga gak? Manis banget tapi,” jelas mu pada ku.
“Apa emang?”
“CARAMEL HOT CHOCOLATE.”
“Wuih, keren juga tuh namanya!” begitulah pikir ku saat itu. Padahal aku belum tahu seperti apa rasa nya. Tapi, hanya dengan mendengar namanya saja – aku sudah tertarik.
“Ya udah samain aja!”
“Ada lagi?” tanya si pelayan itu.
“Mau pesen apa lagi?” tanya mu pada ku.
“Pengen pulang aja boleh gak?”
“Udah itu aja dulu, mas! Nanti pesen lagi kalau ada yang kurang,” jawab mu sambil mengeluarkan ekspresi sebal pada ku. Aku membalasmu dengan ekspresi cuek saja.
“Pacar baru ya, mas?” tanya si pelayan, bukannya pergi membuat pesanan.
“Yah doakan aja!” balas mu dengan tersenyum manis. Lalu kamu tertawa saat melihatku membelalakkan mata ku pada mu.
Si pelayan pun akhirnya pergi dari depan kita berdua.
Lalu …
“Aku Dio. Dio Putra,” ucap mu sambil mengulurkan tangan mu untuk berjabatan dengan ku.
“Yuca,” balas ku singkat.
“Oh jadi nama kamu Yuca, ya!” (TIA)
Penulis merupakan jurnalis di salah satu portal berita nasional. Dan juga Mahasiswa Ilmu Komunikasi yang belum lulus-lulus juga.