Finelita Saragi Siadari
PIRAMIDA.ID- Infeksi virus corona yang disebut Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan.
Corona virus yang menular ke manusia, walaupun lebih banyak menyerang lansia, virus ini sebenarnya bisa menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui.
Hal tersebut membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus.
Pandemi Covid-19 merubah tatanan masyarakat dunia, guna mencegah penularan wabah virus corona yang meluas masyarakat diimbau bahkan dipaksa untuk tinggal di rumah. Sekolah, bekerja bahkan beribadah pun dianjurkan untuk dilakukan di rumah saja.
Hampir semua negara mengimbau warganya untuk tidak beraktivitas di luar rumah jika tidak ada kepentingan yang mendesak, kecuali memang bagi mereka yang harus keluar dan kegiatannya tidak bisa dilakukan dari rumah.
Perubahan tersebut tentu juga berdampak luas di banyak sektor. Pasalnya, berubahnya aktivitas masyarakat tersebut membuat dunia usaha sepi, seperti bidang pariwisata, transportasi online, penjuaan retail dan masih banyak lagi. Berjalannya waktu, tinggal di rumah dinilai tidak bisa selamanya diterapkan untuk menjaga keseimbangan perekonomian. Sejumlah negara pun mulai melonggarakan kebijakan terkait mobilitas warganya.
Di sisi lain, penyebab Covid-19 masih terus mengancam korban jiwa akibat virus corona pun terus bertambah. Di sinilah pola hidup baru atau new normal akan diimplementasikan.
Lantas apa dan seperti apa new normal tersebut? Ketua tim pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adi Sasmita mengatakan new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan clCovid-19.
Menurut Wiku prinsip utama dari new normal itu sendiri adalah dapat menyesuaikan dengan pola hidup. Secara sosial, kita pasti akan mengalami sesuatu bentuk new normal atau kita harus beradaptasi dengan beraktivitas, bekerja, dan tentunya harus mengurangi kontak fisik dengan orang lain, dan menghindari kerumunan serta bekerja bersekolah dari rumah.
Banyak orang memiliki pemahaman yang berbeda tentang new normal. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh Forbes, new normal dapat dianggap sebagai istilah untuk menyampaikan gravitasi dari dampak suatu pembangunan atau peringatan agar tidak meremehkan sesuatu yang di sini berarti pandemi virus corona. Sedangkan menurut sebuah artikel dalam Business Insider, ada 3 hal yang akan menjadi lebih baik dengan adanya new normal, yaitu inovasi, urgensi, dan tanggungjawab. Dalam kaitannya dengan inovasi, setiap orang akan dipaksa mencari pilihan yang lebih baik, lebih cepat, lebih murah, dan lebih relevan.
Secara sosial disadari bahwa hal ini akan berpengaruh. Pasalnya, ada aturan yang disebutkan dalam protokol kesehatan untuk menjaga jarak sosial dengan mengurangi kontak fisik dengan orang lain. Masyarakat akan menjalani kehidupan secara new normal hingga ditemukannya vaksin dan dapat digunakan sebagai penangkal virus corona. Transformasi ini adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru ketika pandemi yang kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai tertemukannya vaksin untuk Covid-19.
Pola hidup baru dapat dijalankan dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan dalam kegiatan sehari-hari. Adapun protokol kesehatan yang dimaksud di antaranya menjaga kebersihan tangan, menggunakan masker ketika keluar rumah, menjaga jarak, pemeriksaan suhu tubuh dimana-mana, serta menjaga kesehatan dengan asupan makanan dan berolahraga.
Indonesia yang bersiap menghadapi era normal yang baru atau new normal pada kondisi pandemi virus corona (Covid-19). Hal tersebut diharapkan akan kembali menggerakan kegiatan perekonomian yang laju pertumbuhannya sempat terpuruk di kuartal I-2020, yaitu hanya 2,97% berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Dilihat dari sudut pandang ekonomi, kegiatan lockdown yang terus-menerus tentu akan ada dampak buruknya bagi ekonomi sehingga mau tidak mau pemerintah harus mengambil jalan tengah. Jalan tengah yang di-propose pemerintah saat ini adalah dengan mewacanakan untuk melonggarkan dalam hal ini PSBB.
Namun jika Indonesia ternyata tidak siap menghadapi new normal, yang ada akan memicu gelombang kedua Covid-19 alias membuat kasus positif virus corona melonjak. Bahkan negara yang berhasil menerapkan normal baru pun tetap terkena gelombang kedua.
Kasus di Indonesia jika kita berbicara, Indonesia masih relative tinggi atau meningkat dibandingkan negara lain. Ini kalau seandainya tidak diperhatikan tentu akan berpotensi menambah apa yang sering disebutkan orang sebagai second wave atau gelombang kedua. Dan negara-negara yang berhasil saja sebenarnya mengalami itu.
Tatanan new normal secara sosiologi sama dengan istilah dapat hidup darurat pandemi. New normal dimaksudkan agar berbagai sektor kehidupan yang tadinya tersendat bahkan berhenti, dapat (sedikit) bergerak kembali. Dengan kata lain, adaptasi hidup darurat pandemi sebagai upaya meredam laju tingkat kerentanan sosial dimasyarakat yang tidak menentu.
Kerentanan sosial menjadikan posisi ketahanan masyarakat (community resilience) mengalami guncangan (shock) akibat pandemi Covid-19. Ketahanan masyarakat berkaitan dengan kemampuan dari masyarakat untuk dapat menggunakan sumber daya yang tersedia, seperti, teknologi, makanan, pekerjaan, dan rasa aman-nyaman dalam memenuhi kebutuhan dasar dan menjalankan fungsi sosialnya.
Namun kondisi saat ini justru menjadikan ketahanan masyarakat mengalami kerentanan sosial. Kerentanan sosial membuat produktivitas menurun, mata pencarian terganggu, dan munculnya gangguan kecemasan sosial di masyarakat. Dampak kerentanan sosial dapat membuat masyarakat melakukan tiga tindakan yang saling terkait, yaitu tindakan apatis, tindakan irasional, dan tindakan kriminal.
Namun, akibat pandemi Covid-19, kondisi kestabilan dan keberfungsian ini terganggu. Untuk dapat berada pada posisi stabil dan berfungsi, bagi masyarakat yang tidak memiliki akses capital dengan baik, maka jalan singkat yang beresiko akan dilakukannya. Tiga tindakan dan beserta beberapa contohnya, hanya sebagian dari dampak kerentanan sosial yang terjadi di masyarakat akibat pandemi Covid-19.
Tentu contoh kasus lain bisa kita amati bersama di berbagai media dan realitas lingkungan kehidupan.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Sosiologi Universitas Maritim Raja Ali Haji. Penyambung lidah di setiap kisah, belajar menguak fakta melalui riset literasi.