Oleh: Jovano A.A Apituley*
PIRAMIDA.ID- Kurang lebih 2 tahun, sejak tanggal 9 Maret 2020, WHO (World Health Organization) secara resmi mendeklarasikan virus corona (COVID-19) sebagai wabah penyakit yang menyebar di seluruh dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini menyerang manusia dengan tidak pandang bulu baik laki-laki atau perempuan dan baik tua ataupun muda.
Penularan virus terjadi dengan adanya kontak langsung ataupun tetesan pernapasan seperti batuk, bersin, air liur, dan sebagainya. Penyakit ini memiliki beberapa gejala antara lain demam, menggigil, batuk, sakit tenggorokan, kesulitan bernapas, mialgia atau kelelahan, mual, muntah, dan diare.
Wabah ini masuk ke Indonesia awal Maret 2020, dua kasus di Bogor, menyebar begitu cepat ke wilayah lain seperti Jakarta, Bandung, dan wilayah lainnya di pulau Jawa dan luar Jawa. Tanggal 20 Maret 2020 jam 13.00, hasil pemeriksaan menunjukkan sebanyak 369 orang positif, tanggal 28 Maret 2020 menjadi 1.155 orang, dan pada 28 Mei 2020 meningkat tajam menjadi 24.538 orang positif.
Hadirnya pandemi virus COVID-19 ini, pastinya berpengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan masyarakat, salah satunya sektor lingkungan alam. Lingkungan adalah semua yang ada di sekitar makhluk hidup dan mempengaruhi perkembangan kehidupan khususnya kesehatan makhluk hidup, pengaruh tersebut bisa dirasakan secara langsung maupun tidak langsung.
Dikarenakan dalam kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan alam, contohnya seperti manusia, ketika bernapas pasti akan memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28H yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan.”
Berangkat dari bunyi konstitusi maka sudah seharusnya negara serta masyarakat harus mengetahui apa dampak pandemi virus COVID-19 agar nantinya bisa menanggulangi masalah-masalah lingkungan hidup akibat wabah COVID-19 supaya bisa mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Bagaikan dua sisi koin yang berbeda, maka dampak dari pandemi ini pastinya memiliki sisi negatif dan positif yang perlu diketahui.
Pembahasan
1. Dampak pandemi COVID-19 terhadap kondisi lingkungan alam
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh European Space Agency (ESA) dari data yang didapatkan melalui gambar satelit memperlihatkan adanya penurunan nitrogen dioksida (gas polutan udara) di sejumlah kota besar di berbagai negara, seperti AS, Kanada, China, India, Brasil, Italia, dan lain-lain. Begitu pun di Indonesia khususnya udara di Jakarta setelah menerapkan lockdown, dikutip dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) tercatat mengalami penurunan gas polutan NO2 sekitar 40% dibandingkan tahun 2019.
Tetapi tidak hanya kualitas udara yang membaik melainkan kualitas air pun juga sama, seperti halnya Sungai Gangga dan Yamuna di India semenjak diberlakukannya lockdown maka kualitas air membaik seiring dengan penurunan jumlah pengunjung dari sungai dan 500% pengurangan limbah dan limbah industri.
Selain itu, sejak terjadinya wabah penyakit COVID-19 permasalahan sampah dan limbah medis menjadi tantangan utama bagi masyarakat dan lingkungan yang tidak bisa dihindari pukan sampah medis tidak dapat kita dihindari.
Tingginya angka penggunaan APD kesehatan, masker, sarung tangan dan peralatan kesehatan lainnya membuat limbah medis meningkat secara drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penumpukan sampah medis tentu tidak dapat dihindari, upaya penanganan limbah yang kurang difokuskan akan berdampak besar bagi lingkungan. Saat ini banyak rumah sakit yang belum memiliki teknologi pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun.
Menurut Sekretaris Jendral Indonesian Enviromental Scientist Association (IESA) Lina Mugi Astuti, yang mengutip laporan Kementerian Kesehatan bahwa dari 2.852 rumah sakit yang ada di Indonesia hanya ada 96 rumah sakit yang memiliki insinerator (alat untuk pembakaran sampah hingga habis) serta terdapat insinerator yang tidak berfungsi dan tidak layak pakai. Upaya penanganan/pengelolaan yang masih terbatas terhadap sampah medis APD mesehatan ini menjadi salah satu hal yang berdampak besar terhadap lingkungan, sehingga perlu untuk dikondisikan.
2. Produk hukum yang mengatur tentang limbah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ketentuan umum No 23 limbah APD termasuk dalam kategori limbah B3. Limbah APD ini harus dikelola dengan baik agar tidak menularkan penyakit kepada masyarakat sesuai dengan pedoman pengelolaan limbah B3 pada surat edaran yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Surat ini mengatur tentang pengolahan limbah infeksius yang berasal dari pelayanan kesehatan pasien COVID-19, juga pengawasan terhadap pengelolaan limbah infeksius akibat COVID-19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Bab II Pasal 3, mewajibkan setiap fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) untuk melakukan pelaporan mengenai pengelolaan limbah mereka secara berkala.
Setelah menerima laporan, maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) akan mengevaluasi pelaksanaan dan memetakan kendala yang masih dialami, termasuk menindaklanjuti jika terdapat laporan pengelolaan yang belum sesuai standar prngelolaan limbah ini sangat penting untuk dilakukan dengan baik dan optimal agar tidak terjadi masalah lingkungan, seperti penumpukan limbah ataupun penggunaan kembali limbah oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Umumnya, APD yang telah selesai dipakai akan diberi label “infeksius” dan harus dihancurkan atau dibakar dengan alat bernama incinerator yang ada pada rumah sakit. Incinerator merupakan tungku pembakaran yang digunakan untuk mengolah limbah padat menjadi materi gas dan abu. Selain untuk memusnahkan virus, pembakaran ini juga dapat mengurangi jumlah limbah yang tersisa. Namun faktanya, tidak semua rumah sakit memiliki alat pengelolaan limbah B3 sehingga memerlukan pihak ketiga untuk mengelola limbah berbahaya tersebut. Namun di apangan, pengawasan terhadap pengelola limbah B3 ini tidak berjalan maksimal, karena masih ditemukan limbah APD COVID-19 di beberapa tempat yang tidak semestinya seperti di laut dan di tempat sampah pembuangan umum, hal ini tentu sangat membahayakan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
3. Cara penanganan limbah COVID-19
Limbah medis penanganan COVID-19 merupakan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3) yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan:
– Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan
– Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Penanganan teknis untuk limbah medis COVID-19 meliputi:
a.) Identifikasi, pemilahan dan pewadahan:
1.) Setiap penghasil limbah wajib melakukan identifikasi untuk semua limbah yang dihasilkannya.
2.) Melakukan pemilahan dan pengemasan LB3 berdasarkan karakter infeksius dan patologis.
3.) Bahan kimia dan farmasi kedaluarsa, tumpahan atau sisa kemasan.
b.) Penyimpanan Limbah:
1.) Penyimpanan dilakukan sesuai karakter dan pengemasan.
2.) Khusus limbah infeksius disimpan paling lama 2 hari hingga dimusnahkan bila pada suhu kamar atau 90 hari hingga dimusnahkan bila suhu 0°C.
c.) Pemusnahan:
1.) Pemusnahan dengan pembakaran menggunakan incinerator yang dioperasionalkan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) atau pihak jasa pengolah limbah medis berizin.
2.) Incinerator memiliki ruang bakar dengan suhu minimal 800°C.
Lebih lanjut, SE MENLHK 2/2020 juga menguraikan penanganan limbah infeksius dan sampah rumah tangga penanganan COVID-19, yaitu:
1. Limbah infeksius yang berasal dari fasyankes
a. Melakukan penyimpanan dalam kemasan tertutup maksimal 2 hari sejak dihasilkan;
b. Mengangkut dan/atau memusnahkan pada pengolahan LB3 menggunakan fasilitas incinerator dengan suhu pembakaran minimal 800°C atau autoclave yang dilengkapi dengan pencacah;
c. Residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave dikemas dan dilekati simbol “Beracun” dan label LB3 yang selanjutnya disimpan di tempat penyimpanan sementara LB3 untuk selanjutnya diserahkan pada pengelola LB3.
2. Limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga ODP
a.) Mengumpulkan limbah infeksius berupa limbah alat pelindung diri, antara lain, berupa masker, sarung tangan dan baju pelindung diri;
b.) Mengemas tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup;
c.) Mengangkut dan memusnahkan pada pengolahan LB3;
d.) Menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan limbah infeksius dari masyarakat, sebagai berikut:
(1). Limbah alat pelindung diri, antara lain, masker, sarung tangan, baju pelindung diri, dikemas tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup yang bertuliskan “Limbah Infeksius”;
(2.) Petugas dari dinas yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup, kebersihan dan kesehatan melakukan pengambilan dari setiap sumber untuk diangkut ke lokasi pengumpulan yang telah ditentukan sebelum diserahkan ke pengolah LB3.
3. Sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga
a.) Seluruh petugas kebersihan atau pengangkut sampah wajib dilengkapi alat pelindung diri, khususnya masker, sarung tangan dan safety shoes yang setiap hari harus disucihamakan;
b.) Dalam upaya mengurangi timbunan sampah masker, masyarakat yang sehat diimbau untuk menggunakan masker guna ulang yang dapat dicuci setiap hari;
c.) Kepada masyarakat yang sehat dan menggunakan masker sekali pakai harus merobek, memotong atau menggunting masker dan dikemas rapi sebelum dibuang ke tempat sampah;
d.) Pemerintah daerah menyiapkan tempat sampah khusus masker di ruang publik.
Kesimpulan
Isu lingkungan merupakan permasalahan yang kompleks yang melibatkan banyak faktor untuk menjamin kelestarian lingkungan. Oleh karena itu pentingnya mengikuti prosedur pengelolaan limbah COVID-19 yang diatur dalam peraturan-peraturan yang sudah diterbitkan agar bisa meminimalisir kerusakan lingkungan bahkan bisa memulihkan keadaan Lingkungan Hidup.(Gama)