Oleh: Arianto Sitorus*
PIRAMIDA.ID- Seiring perkembangan zaman, permainan tradisional mulai dilupakan bahkan ada yang menghilang. Lahan kosong yang menyusut dan perkembangan teknologi menjadi faktor permainan tradisional ditinggalkan.
Anak-anak zaman sekarang alias zaman “now” lebih suka memegang gawai dan bermain game online. Kebiasaan ini sejatinya bisa menghambat perkembangan sosial anak. Mereka cenderung mengasingkan diri dan tidak mau bersosialisasi. Anak-anak yang kecanduan gadget juga jarang berolahraga. Akibatnya, tubuh mereka akan lebih lemah dan mudah sakit.
Padahal, banyak sekali permainan tradisional yang bermanfaat bagi anak-anak. Salah satu permainan tradisional tersebut ialah margala atau di sebagian daerah Toba, Provinsi Sumatera Utara menamakan permainan ini dengan sebutan marcabor.
Margala merupakan jenis permainan anak yang dilakukan oleh anak-anak Suku Batak di daerah kawasan Danau Toba. Permainan tradisional ini ternyata sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan, permainan margala ini adalah salah satu permainan sebagai hiburan resmi para raja Batak terdahulu.
Permainan ini dulunya dimainkan pada saat rondang bulan atau poltak tula, yang artinya terang bulan. Ketika rondang bulan inilah seluruh rakyat berkumpul di halaman rumah sang raja. Permainan ini sangat mudah untuk dimainkan dan tidak memerlukan alat yang sulit ditemukan.
Para pemain margala hanya bermodalkan dengan menggambar dan menggaris bentuk permainan di atas tanah atau lapangan yang telah tersedia. Bentuknya terdiri dari tiga garis horizontal dan tiga garis vertikal yang membentuk empat kotak dan kotak itulah yang dijadikan arena permainan.
Bagi masyarakat Batak, cara memainkan permainan ini sangatlah seru. Permainan ini merupakan permainan yang dimainkan dua tim. Pada permainan ini perempuan dengan laki-laki dapat bergabung karena permainan ini tidak membutuhkan tenaga yang kuat akan tetapi kejelian dan kelincahan setiap pemain.
Pertama-tama, tiga orang lawan berkesempatan untuk menjaga di tiga titik terdepan dan ada seseorang lagi yang berkesempatan menjaga di tengah garis vertikal. Kemudian yang menjadi pihak lawan akan berusaha memasuki arena yang telah dijaga tersebut. Lawan akan berusaha masuk dengan cara jangan sampai badan mereka tersentuh oleh pihak yang menjaga, apabila salah seorang pihak lawan yang masuk badannya tersenggol oleh tim yang menjaganya maka berarti lawan tersebut kalah dan permainan digantikan oleh pihak yang bertugas menjaga.
Namun, jika lawan lolos maka akan mendapat tambahan nilai dan posisinya akan kembali ke tempat semula untuk memainkan permainan untuk yang kedua kalinya. Permainan ini juga dikategorikan sebagai salah satu jenis olahraga tradisional yang hingga kini masih dilestarikan keberadaannya.
Permainan margala ini merupakan permainan yang membutuhkan kegesitan dari setiap para pemainnya. Pasalnya, jika kita bermain permainan ini dan tersentuh oleh lawan, maka kita akan dinyatakan langsung kalah. Setiap pemain yang bermain juga harus memiliki kekompakan antarpemainnya. Hal ini dibutuhkan karena saat bermain, antarpemain akan kesulitan untuk berkomunikasi. Layaknya orang menghitung strategi dan peluang yang ingin diciptakan.
Dilihat dari dimensi sosiologis kedekatan relasi antara permainan masyarakat Batak Toba pada zaman ini sangatlah kurang, terlihat dari sulitnya ditemukan permainan ini pada kalangan masyarakat Batak Toba di berbagai daerah masyarakat bermukim. Padahal, beberapa puluh tahun yang lalu permainan ini sangat populer bagi masyarakat Batak Toba.
Pemainan ini sering sekali dimainkan kaum anak-anak yang berada di suatu lingkungan desa secara bersama-sama, ketika mereka memiliki waktu luang, bahkan banyak anak-anak yang memainkan permainan ini pada waktu sekolah dan saat pulang sekolah. Sementara itu, dari dimensi ideologis masyarakat Batak Toba memercayai bahwa setiap orang yang memainkan permainan tersebut dapat bekerja sama dengan tim, dipercaya juga dapat menjalin kekeluargaan kepada setiap pemain margala memiliki interrelasi dan interdependensi yang mendalam dan menjadi permainan yang memiliki banyak fungsi bagi masyarakat Batak Toba.
Ketergantungan masyarakat Batak Toba dengan permainan tradisional margala menyebabkan masyarakat mencari tahu fungsi dari permainan tersebut dan memainkannya sebagai wujud dari interaksi sosial. Selanjutnya juga terlihat jelas bahwa permainan margala membutuhkan pelestarian dari masyarakat Batak Toba. Hasil interaksi dari generasi tua ke generasi muda menyebabkan permainan margala masih dikenal masyarakat sekitar.
Bila disejajarkan dengan olahraga permainan margala mirip dengan cabang olahraga Kabaddi yang dipertandingkan di ajang Asian Games 2018 dan masih sangat asing bagi masyarakat Indonesia. Namun, jika menyaksikannya secara langsung atau lewat televisi, cara bermain cabang olahraga tersebut terlihat seperti permainan margala. Sebagai permainan yang merupakan warisan budaya, permainan margala patut untuk dilestarikan.(*)
Penulis merupakan Alumnus FKIP USI. Salah satu Tim Penulis Modul Lokalitas dan Pengetahuan Tradisional.