PIRAMIDA.ID- Covid-19 resmi terindikasi masuk Indonesia sejak 2 Maret 2020. Artinya sudah lebih dari satu tahun Covid-19 hadir di sela-sela kehidupan masyarakat Indonesia.
Hadirnya Covid-19 di Indonesia memberikan dampak yang besar di berbagai sektor kehidupan. Hal yang paling mencolok adalah tingkat mobilitas masyarakat menurun drastis sebagai salah satu kebijakan dalam mencegah penularan Covid-19 melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Aktivitas ekonomi yang banyak bergantung pada mobilisasi pelakunya turut terdampak Covid-19. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia yang dikutip oleh IDX Channel bahwa daya beli masyarakat Indonesia masih sangat rendah di tahun 2020. Hal tersebut dicerminkan pada tingkat konsumsi rumah tangga yang berada di level minus 2,63 persen selama tahun 2020.
“Pertumbuhan ekonomi terkontraksi 2,07 persen. kontraksi konsumsi rumah tangga di sana selama tahun 2020 alami kontraksi minus 2,63 persen” kata Suhariyanto yang dikutip IDXChannel (5/2/2021).
Kemiskinan di Indonesia versi BPS, UNDP, dan MPI
Menurunnya daya beli dapat menjadi salah satu tanda lesunya ekonomi yang dapat menyebabkan kemiskinan. BPS memberikan kriteria penduduk miskin sebagai penduduk dengan rata-rata pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita yang berada di bawah garis kemiskinan.
Garis kemiskinan diwakili dengan jumlah rupiah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang setara dengan 2.100 kkal per hari.
Sementara itu, United Nations Development Program (UNDP) memiliki indikator yang berbeda dalam menggambarkan kemiskinan. Menurut Indeks Kemiskinan Multidimensi/Multidimensional Poverty Index (MPI) global terbaru, kemiskinan tidak hanya dipandang berdasarkan penghasilan yang diperoleh dan jumlah pengeluaran, melainkan juga meliputi dimensi lain. Dimensi tersebut yakni:
- Dimensi Kesehatan dengan indikator Nutrisi dan Kematian Anak,
- Dimensi Pendidikan dengan indikator Tahun Sekolah dan Kehadiran Sekolah, dan
- Dimensi Taraf Hidup dengan indikator Bahan Bakar Memasak, Kebersihan, Air Minum, Listrik, Perumahan dan Aktiva.
MPI menganalisis 10 indikator dalam 3 dimensi di atas dengan bobot yang sama. Nilai MPI yang merupakan proporsi penduduk miskin secara multidimensi yang disesuaikan dengan intensitas kemiskinan di Indonesia adalah sebesar 0,014. Angka tersebut menunjukkan perbaikan dibandingkan data terakhir yang dirilis pada tahun 2012 yang menunjukkan angka 0,028.
Berdasarkan laporan tersebut, kabar baik yang disajikan MPI melalui penurunan nilai indeks kemiskinan multidimensi Indonesia nyatanya berbanding terbalik dengan laporan yang dihasilkan oleh UNDP secara umum.
Survei Rumah Tangga yang dilakukan oleh UNDP bekerja sama dengan UNICEF, Kemitraan Australia Indonesia untuk Pembangunan Ekonomi (PROSPERA), dan Lembaga Penelitian SMERU mencatat adanya keadaan Indonesia yang lebih suram pada puncak pandemi di 2020 lalu.
Menurut penelitian tersebut, penurunan pendapatan dan peningkatan pengeluaran telah membuat rumah tangga yang disurvei, yang berada di kelompok 40 persen terbawah dalam masyarakat, menjadi lebih miskin bahkan lebih rentan.
BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada beberapa periode lalu. Dalam periode yang terdekat, per Maret 2020 ada 26,42 juta penduduk miskin di Indonesia dan angka tersebut melonjak menjadi 27,54 juta pada Maret 2021.
Tren kenaikan jumlah penduduk miskin di Indonesia diikuti dengan masuknya Covid-19 ke Indonesia pada Maret 2020. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah penduduk miskin pada 2018 dan 2019 yang berada di bawah angka 26 juta jiwa.
Hal tersebut juga senada dengan laporan UNDP yang mengatakan bahwa pandemi menyebabkan kemunduran berbagai pencapaian pengentasan kemiskinan di Indonesia. BPS mencatat per Agustus 2020 tingkat kemiskinan secara total yaitu 10,19 persen, namun sedikit membaik pada Maret 2021 dengan tingkat kemiskinan 10,14 persen.
Contoh kasus pada indikator kemiskinan multidimensi di Indonesia
Nilai kemiskinan multidimensi Indonesia berdasarkan MPI mengacu pada 10 indikator dari 3 dimensi. Salah satu indikator yang dinilai adalah Air Minum dalam dimensi Taraf Hidup.
Akses air bersih yang digunakan untuk air minum layak yang didefinisikan sebgai air minum yang terlindungi meliputi air ledeng (keran), kran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan atau mata air dan sumur terlindungan, sumur bor atau sumur pompa yang jaraknya minimal 10 meter dari pembuangan kotoran dan penampungan limbah.
BPS mencatat masih ada 9,79 persen rumah tangga Indonesia yang belum memiliki akses ke sumber air minum layak pada 2020.
Kebutuhan air bersih selama semakin meningkat seiring dengan langkah pencegahan penularan Covid-19 dengan menjaga kebersihan melalui mencuci tangan. Namun, meningkatnya kebutuhan air bersih justru berbanding terbalik dengan ketersediaan air bersih itu sendiri yang kian berkurang.
Beberapa penyebab ketersediaan sistem penyediaan air minum (SPAM) rendah:
- Sumber air baku yang semakin terbatas akibat lahan terbuka hijau kian berkurang,
- Sungai yang tercemar,
- Pembangunan infrastruktur untuk air bersih belum merata, dan
- Manajemen pengelolaan SPAM yang beberapa bekerja tidak sehat.
Contoh masalah dalam indikator lainnya adalah kematian anak yang masuk dalam dimensi Kesehatan. Dikutip dari VOA Indonesia (23/6/2021), dalam konferensi pers perhimpunan lima profesi dokter Indonesia pada 18 Juni 2021, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan di tengah lonjakan kasus baru harian Covid-19, terjadi pula peningkatan tajam penularan dan bahkan kematian pada anak-anak.
Ketua umum Idai Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan mengatakan bahwa data nasional menunjukkan konfirmasi Covid-19 pada anak berusia 0-18 tahun mencapai 12,5 persen.
“Artinya 1 dari 8 kasus konfirmasi Covid-19 adalah anak-anak. Data IDAI menunjukkan case mortality (tingkat kematian) mencapai 3–5 persen, jadi kita memiliki tingkat kematian tertinggi di dunia,” ungkap Aman.
Dimensi Kesehatan berkontribusi sebesar 34,7 persen pada MPI di Indonesia, sementara itu dimensi Pendidikan berkontribusi sebesar 26,8 persen dan dimensi Taraf Hidup sebesar 38,5 persen.
Upaya mengentaskan kemiskinan multidimensi
Dari contoh kasus yang mewakili indikator MPI di Indonesia mengenai kemiskinan multidimensi, upaya pengentasan kemiskinan melalui berbagai lingkup pun sudah dilakukan.
Contohnya adalah program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) sejak tahun 2013. Program ADEM merupakan program atau upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia untuk anak-anak Papua dan Papua Barat.
Sementara itu, selama penanganan Covid-19 juga berbagai macam bantuan mengalir dari banyak pihak, baik itu dari pihak pemerintah maupun dari lembaga, yayasan, hingga dana pribadi masyarakat sebagai bentuk kepedulian di bawah payung kemanusiaan.
Contoh lain adalah insentif kelistrikan, pemerintah memberikan insentif tarif listrik pelanggan dalam bentuk pembebasan tagihan, diskon listrik, penghapusan biaya minimum, dan penghapusan abonemen. Program insentif listrik tersebut awalnya berlaku 3 bulan di awal Covid-19 menyerang, namun kini terus berlanjut.
Pelanggan yang mendapatkan keringanan listrik yakni pelanggan 450 VA dan 900 VA subsidi, 900 VA bisnis dan 900 VA industri. Salah satu tujuannya adalah agar aktivitas ekonomi dapat tetap berputar di tengah sehingga pemenuhan kebutuhan masyarakat dapat tetap terpenuhi.
Covid-19 juga berdampak pada kecukupan gizi anak. UNICEF Indonesia memberikan anjuran pada pemerintah guna mencegah dan mengurangi masalah gizi pada anak dengan beberapa langkah, yakni:
- Meningkatkan pendekatan pencegahan berbasis bukti untuk mengatasi stunting dan wasting pada anak, dan pendekatan kuratif untuk mengobati wasting,
- Menghasilkan data dan informasi berkualitas tentang stunting dan wasting pada anak, dan
- Meningkatkan akses komoditas esensial yang diproduksi secara lokal untuk perawatan wasting anak.
Dalam merespon Covid-19, UNICEF bekerja dengan pemerintah untuk melanjutkan layanan gizi untuk anak-anak dan keluarga yang rentan, termasuk pemantauan pertumbuhan, distribusi gizi mikro, dukungan bagi pada ibu untuk pemberian makan bayi dan anak secara memadai, dan penapisan serta perawatan anak balita karena gizi buruk.
Sekitar 3,6 persen dari total penduduk Indonesia atau setara dengan 9,5 juta orang dinyatakan miskin secara multidimensi, sementara 4,7 persen selebihnya (12,8 juta orang) dinyatakan rentan terhadap kemiskinan multidimensi menurut data tahun 2017. Dan, 27,54 juta orang Indonesia dinyatakan sebagai penduduk miskin berdasarkan data BPS per Maret 2021.
Berbagai upaya baik dari pemerintah maupun swasta dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan. Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin, pun menyatakan untuk mengejar target mengentaskan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada 2024 mendatang.
“Kita sendiri yang menargetkan pada 2024, kemiskinan ekstrem yang sebelumnya hingga 10 juta lebih itu bisa kita tuntaskan sampai 0 persen,” janji Ma’ruf Amin dikutip dari detikcom (30/9/2021).(*)
Good News From Indonesia