Grasela Shyntya Putri Siahaan & Daulat Nathanael Banjarnahor*
PIRAMIDA.ID- Indonesia sebagai negara besar dan luas yang memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah, namun sampai saat ini masih tertinggal dari negara-negara lain.
Salah satu penyebabnya adalah maraknya korupsi, di mana merupakan sebuah fakta yang dapat dilihat secara nyata bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena telah merampas hak-hak warga negara untuk memperoleh kesejahteraan dari negara sesuai konstitusi.
Krisis moralitas dan akhlak ditengarai menjadi faktor determinan maraknya kasus korupsi sehingga korupsi terus subur hingga saat ini dan tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini pelaku kejahatan tindak korupsi mulai didominasi oleh anak muda di kalangan usia 25-40 tahun, seperti yang dinyatakan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Raharjo bahwa saat ini banyak tersangka korupsi yang usianya masih terbilang muda dan tergolong produktif. Berbeda dengan para pelaku korupsi di masa sebelumnya yang didominasi orang tua.
Contoh kasus korupsi yang dilakukan oleh kaum muda dan sempat menjadi pemberitaan di media massa cetak dan online, yakni kasus korupsi yang dialami mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola yang masih berusia 40 tahun.
Fakta ini semakin mempertegas dimulai regenerasi pelaku korupsi dari kalangan orang tua ke kalangan anak muda. Identifikasi masalah yang dapat dilihat dalam kasus korupsi oleh anak muda ini adalah belum diterapkannya edukasi/pendidikan anti korupsi pada generasi muda sejak dini, yaitu sejak sekolah dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi.
Pendidikan anti korupsi sendiri bermakna usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi.
Dalam proses tersebut maka pendidikan anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif) namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku korupsi.
Sesuai pengertian dan dielaborasiakan dengan fakta maraknya korupsi di Indonesia maka pendidikan anti korupsi sangatlah penting untuk diimplementasikan sejak dini.
Menyetir pendapat Roscoe Pound yang mengatakan hukum sebagai sarana rekayasa sosial (social engineering) masyarakat, maka menurut hemat kami (penulis) pendidikan anti korupsi dapat diibaratkan juga sebagai satu sistem layaknya sistem hukum karena pendidikan anti korupsi berisi sistem bagaimana mendidik manusia sejak dini untuk menghindari perilaku tindakan korupsi.
Maka kami (penulis) menganggap pendidikan anti korupsi memiliki urgensi untuk diterapkan sejak dini sebagai upaya dan sarana dari negara (pemerintah) untuk meminimalisir dan bahkan dapat berupaya mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Dengan minimnya tindak pidana korupsi maka pemerintah dapat menggunakan anggaran sebaik-baiknya untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat demi tercapainya tujuan berngara Indonesia sebagaimana yang ada dalam UUD NRI 1945 sebagai Konstitusi RI.
* Mahasiswi Program Studi Pendidikan Kewarganegaran FKIP Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar.
** Dosen Program Studi Pendidikan Kewarganegaran FKIP Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar.
Terima kasih.. selamat membaca. Semoga bermanfaat.. Daulat Nathanael Banjarnahor, M.H. Dosen Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar.